17 Oktober, 2014

Mengejar Golden Sunrise Sikunir

Semua di mulai dengan akan berakhirnya masa-masa kami menjadi mahasiswa. Kelulusan , moment yang kami nantikan itu akan segera tiba. Sehingga kami pun merencanakan trip bersama, dengan alasan ini adalah moment terakhir kita bersama-sama sebelum kita berjalan melangkah sendiri-sendiri ke empat arah mata angin. Pada akhirnya semua antusias dengan rencana ini dengan tujuannya adalah ke Sikunir, Wonosobo. Melihat Golden Sunrise.

~Solo, 15 Oktober 2014.
Kami memutuskan untuk berangkat pada tanggal  15 Oktober  dan berkumpul di masjid dekat kampus kami. Awalnya kami hanya beranggotakan 11 orang. Ini pun sudah wow sekali, padahal biasanya sulit banget untuk diajak maen. Wajar beberapa orang dari kami awalnya memiliki alasan masing masing untuk tidak ikut dalam trip ini, namun pada akhirnya merekapun ikut. “inikan acara terakhir kita main bersama, masa aku nggak ikut.”, ucap salah seorang temanku, Paryanto. Yang awalnya dia galau untuk ikut, namun dia memutuskan untuk ikut walaupun dengan persiapan seadanya. Dan kini kami berangkat dengan beranggotakan 14 orang.

ini dia personilnya :D


10.00 wib, kami berangkat. Rute yang kami ambil melewati “Selo” Boyolali menuju Magelang dan berakhir ke Wonosobo yang direncanakan dengan perjalanan sekitar 4-5 jam. Dalam perjalanan menuju ke Boyolali kami diberikan rintangan dahulu, salah satu ban dari teman kami bocor. Setelah itu kami menuju “Selo” Boyolali. Jalan mulai naik turun berbelok tajam. Ditambah pula dengan lubang-lubang dan juga pasir di setiap tanjakan, yang menyebabkan motor yang ku kendarai bersama Khayan harus keluar jalur. “Aku kaget mol, dengan kondisi jalan disini.”, ucapnya.

Sesampainya kami di Magelang, kami beristirahat sejenak. Mengisi perut di salah satu warung padang  dan kemudian Sholat, berdoa agar kami diberikan keselamatan dalam perjalanan berangkat maupun pulang. Ziad akhirnya menjadi penuntun kami menuju ke Wonosobo. Hanya dia yang hafal dengan jalan kesana karena dia sudah 3 kali Dieng. Kami melanjutkan perjalanan. Sampai di salah satu daerah di Magelang, kami berhenti dahulu. Rombongan kami terpisah. Motor salah seorang dari kami bocor lagi. Setelah mereka menyusul kami, kami melanjutkan perjalanan ini.

Gerimis menyambut kami sesampainya di Wonosobo. Kami tetap melanjutkan perjalanan. Namun semakin lama semakin lebat, akhirnya kami berhenti untuk berteduh sejenak. Jam di tangan ku sudah menujukkan sekitar pukul 15.00 wib. Ternyata beberapa dari kami tidak menyiapkan peralatan dengan lengkap, dan kami memutuskan menunggu hujan reda. Setelah beberapa menit hujan reda, kami melanjutkan perjalanan. Namun hujan menemui kami lagi. Kami berhenti lagi dan membeli beberapa jas hujan. Dan perjalanan di lanjutkan.

Udan cah... Udan :3


Matahari mulai terbenam. Kami beristirahat di salah satu SPBU di daerah dekat Dieng. Hery sudah kelihatan pucat, entah kecapekan, kedinginan atau gimana. Terus tak sarankan untuk beli sandal dan kaos kaki di toko. “Kurang 1 jam lagi mas kalau menuju Dieng”, ucap penjaga toko saat kami bertanya. Kami dengan semangat melanjutkan perjalanan kerena tujuan kami kurang sedikit lagi sampai.

Saat di SPBU..

Matahari sudah terbenam. Kabut mulai turun. Jalan menuju Dieng mulai menjadi gelap. Aku mengendarai perlahan motorku. Bersama 5 teman lain kami berhenti sejenak di salah satu jembatan menuju Dieng menunggu teman yang lain. “Ban motornya Taufiq bocor, sebelum tanjakan tadi. Yang kita nyalip truk dan motor tadi.”, ucap Lukman setelah menerima telephone. Kami kemudian kembali ke bawah menemui mereka. “Aku pas di belakange Taufiq melihat ban motornya sudah goyah, dan ternyata malah bocor.”, ucap Robi. “hla ini Hery malah diem aja.”, sahut Taufiq. “Aku gak tahu og.”, jawab Hery. Sambil menunggu ban selesai di tambal, kami berfoto ria dahulu. Menghangatkan suasana di dinginnya malam di Dieng. “ini mas, kita kan berada disini (nunjuk gambar). Sebenarnya Sikunir itu disini yang ada kabut putihnya (nunjuk gambar neh), tapi kita harus muter dulu lewat jalan ini. Kurang lebih sekitar 12 km lagi.”,ucap warga sambil menjelaskan peta melalui handphonenya.

Saat menunggu bannya Taufiq di tambal :D
Kami kemudian berhenti di Masjid Baitturohman (kalau gak salah) didekat pintu masuk Telaga Warna untuk melaksanakan Sholat Maghrib dan Isya’. “Mas-mas e mau kemana?.”,ucap seorang bapak-bapak yang menghampiri kami. “ini pak mau ke Sikunir.”, sahut kami. “dari mana mas?”, “Solo pak. Itu kalau ke puncaknya boleh mendirikan tenda?”,  “sepertinya gak boleh mas. Soalnya dulu tempat tersebut di salah gunakan mas. Biasanya sih bolehnya nanjak kalau mau Sunrise.”, “Makasih ya pak,”.


Setelah selesai sholat kami menuju Sikunir. Jalan terkadang halus terkadang pula berbatu. Kami melewati pedesaan warga yang ternyata banyak sekali home stay di kanan kiri jalan. Menuju Telaga Cebongan jalan berubah berbatu. Setelah sekian lama berjuang akhirnya kami sampai. Kami masih bingung mencari tempat untuk mendirikan tenda. Kemudian kami mendirikan tenda di dekat wisatawan asal Pekalongan. Setelah tenda di dirikan, kami segera memasak makanan. Berkumpul dan bercerita bersama. Bersantap bersama, ditemani dengan bintang-bintang indah dilangit. Canda tawa menambah kehangatan kami.

Saat di tempat camping :D
~Sikunir, 16 Oktober 2014.
Aku dan Taufiq gak bisa tidur. Diluar rame dengan orang yang ngobrol dan suara kencang. Kami berdua malah terkadang berbicara ringan. Mau tidurpun dinginnya di sini nih *nunjuk geger. Sekalinya bisa tidur, Paryanto ngorok. Pukul 03.00 wib, aku dan Taufiq membangunkan yang lain. Di dalam tenda, kami heboh mempacking peralatan yang ada. Sedang yang lain mempersiapkan makanan dan kemudian kita membereskan tempat camping kami.

Saatnya menuju puncak bukit Sikunir. Kabut masih menutupi perjalanan kami. Jalan berupa bebatuan yang katanya Yoga mirip track Gunung Lawu. Jalan naik sebentar kemudian kamiistirahat sejenak. Jalan lagi dan istirahat sejenak. Ditengah perjalanan kami melihat 2 orang pendaki sedang membaringkan temannya. Katanya dia kecapekan, sudah tak sadarkan diri *kasihan. Alhasil Yoyo meminjamkan slepping bag nya agar tidak hipotermia.


Yoh lanjut…”. “ Sek.. Sek… Aku ra kuat”, ucap Rizky. Kami memberikan minyak angin dan minuman. “Wes ra kuat aku. Tangan sikil ku lemes. Mataku berkunang-kunang”. Dan pada akhirnya dia muntah muntah. Bener-bener kecapekan dia. Setelah istirahat lumayan lama dan kondisi Rizky sudah membaik, kami melanjutkan perjalanan kami. 



Tak berapa lama kami sampai di puncak. Ada sebuah bangunan disana. Tapi kabut tak pergi pergi. “kurang beruntung kita mol”, ucap Yoyo. Ya, kabut tak kunjung pergi. Semua berubah menjadi warna hitam dan putih. Sehingga yang kami nantikan Golden Sunrise tak kelihatan. Aku juga berharap minimal dapat pemandangan sekitar saja lah. Tapi kami tak beruntung kali ini. Alhasil berfoto ria pun tetap dilakukan ditengah kabut. #nasib. Ya, walaupun sesekali matahari terlihat sejenak. Seperti sebuah titik kuning diantara warna putih. Titik kuning itulah yang membuat kami bisa bersama-sama sampai disini. Titik kuning itu pula yang menjadikan cerita perjalanan kami.

Hitam putih Sikunir

Ini ni yang membuat kami kesini... :)




Di puncak Sikunir :)


Kami turun. Canda tawa selalu keluar dalam perjalanan menuju ke bawah. Dan taklupa berfoto selalu. Hhaha… Sungguh menyenangkan. Thanks Kawan. :)
Tetep ya..... Narsissss -_-
*wah nulise akeh men… semoga gak bosan untuk membacanya hhaha… sing ngetik pun asline yo kesel :p dan ini beberapa foto lainnya setelah turun dari Sikunir.. kesel leh ngetik je….

telaga cebong....

Aku... :)

Istirahat sejenak...

Perahu..





Saat di Kawah Sikidang... Hanya kami ber 6, yang lain nggak ikutan masuk -_- dan mereka berlima njipuk belerang hmm...


Dieng Pateau :)

sek... sek.... kog malah narsis :3 Ah... tak apa apa yang penting kita senang... :D sekali lagi terimakasih kawan :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...