09 Desember, 2015

Kapok Bermain Ombak di Pantai Mrenggen

~Pacitan, 5 Agustus 2015
“Kang, nanti ke Wonogiri sama Sukoharjo saja ya?”
“Kalau kesana paling siang juga selesai.”
“Yaudah ke Pacitan saja, lagi ingin pergi sampai malem. Bosen dirumah” 

Perjalanan yang belum tentu kemana tujuannya ini pun dimulai dari rumah saya sekitar pukul 07.00 wib. Saya memilih untuk duduk manis dibelakang motor saja dan membimbingnya untuk sampai ketujuan yang diinginkannya. Kali ini Krisna yang memacu kuda besinya. 

*dalam perjalanan
 “Kemana ya?”
“Terserah, aku ikut kamu. Kemarin sudah cari info dimana saja?”
“Karang bolong, tapi kog katamu beda?”
“Iya, karang bolong itu gak hanya di pacitan. Kalau karang bolong Pacitan itu cuma tebing, beda sama foto yg kamu kirim kemarin”
“Ooo.. Kalau pantai yang dipinggir jalan itu?”
“Soge maksudmu?”
“Iya, jauh gak?”
“Yaaa… Kamu lihat saja nanti.”

Akhirnya kita sepakat untuk ke Pantai Soge. Saya pun membimbing dia untuk melewati Wonogiri-Baturetno kemudian Pacitan. Sekian jam berlalu, saya berfikir ketika perjalanan. Pantai Soge, agak sedikit bosan saat disana. Akhirnya saya berinisiatif untuk mencari pantai lain di yang sejalur dengan Soge. Dan seketika saya teringat. Ada sebuah pantai di dekat Pantai Pidakan dan Kuncir. Tepatnya disebelah barat. Dulu ketika kesana bersama Anjang, belum sempat melihat pantai tersebut. Krisna pun juga menyetujuinya.




Sekitar pukul 11.00, kami sampai di pintu masuk Pantai Pidakan. Lega, setelah melalui perjalanan panjang melewati Jalur Lintas Selatan Pacitan ini. Jalan kemudian menurun, berpasir. Agak sedikit bingung dengan jalan masuk ke Pidakan ini. Karena berbeda dengan jalan saat pertama kali saya kesini.

“Berapa bu tiket masuknya?”
“5000 mas”
“Oh, iya bu. Di dekat pidakan ada pantai apa ya bu?
“Kuncir mas. Langsung ke bawah saja, itu sudah Kuncir. Kirinya Pidakan.”“Bukan bu, sebelahnya lagi”
“Mrenggen mas”

Agak sedikit sulit untuk saya ucapkan dan menggingatnya. “Mrenggen”, kalau tidak salah ibu penjaga loket tadi mengucapkan nama pantai tersebut. Dan benar saja ternyata, jalan masuk ini berbeda saat pertama kali ke Pidakan. Jalan masuk yang kami lewati ini langsung menuju ke Pantai Kuncir. Dan motor kami parkirkan di Pidakan. 

Dari Pidakan kami berjalan kaki kembali menuju Kuncir. Dan mencari jalan setapak ke Pantai Mrenggen tersebut. Melewati ladang penduduk. Rindang, karena ditanami banyak pohon kelapa. Dan tak lama, suara deburan ombak mulai terdengar. Langkah kaki, tanpa sadar kami percepat. Sebuah pantai dengan bebatuan seperti halnya Pidakan, namun juga memiliki pasir putih yang halus dan lembut. Hanya kami berdua yang berada disini saat itu.

Pantai Mrenggen.. ^^



Melihat deburan ombak yang begitu menggoda. Saya segera mengganti pakaian dengan celana pendek. Segera, tanpa menunggu waktu lama saya menuju ke bibir pantai. Berfoto mengabadikan moment.

Dan seketika saya langsung terhempas ke depan. Karena ombak terakhir ini terlalu besar. Alhasil kaki saya lecet akibat berbenturan dengan batu karang. Sejak itu saya sudah kapok bermain dengan ombak. Mungkin saya sendiri yang agak sedikit ceroboh dan menginginkan ombak besar datang hanya untuk sebuah foto. Dan ini mungkin peringatan agar tidak melakukan hal-hal aneh di pantai yang bisa dikatakan sepi ini. Setelah berfoto secukupnya, segera kami menuju ke Pidakan.


Ombaknya (y)



Foto 1 : Kurang pas -_-

Foto 2 : Ombak e kurang gedhe -_-

Foto 3 : Ombake kegedhen -_-

Dan hasilnya ini (T.T)
 
Kami kemudian kembali menyusuri jalan setapak. Deburan ombak pantai Pidakan menggoda kami. Ditambah dengan pohon yang tumbang membuat kami segera turun ke bibir pantai. Dan kami segera menikmati pepohonan tumbang ini… ^^




Krisna..


Setelah puas, kami kembali ke Pidakan untuk beristirahat. Karena saya merasa lapar saya lalu membeli makanan ringan di warung pinggir pantai. Dan kemudian iseng bertanya dengan orang-orang yang sedang mengobrol di warung tersebut. 

“Namanya pantai Mrenggen mas, tapi disana ‘semutnya masih banyak’.”
“Maksudnya bu?”
“Ya itulah mas. Yang penting mas nya jangan neko neko disana. Cukup melihat saja. Jangan mengambil gambar, apalagi watu kuncir itu.”
“Watu itu bu? Watu besar itu?
“iya. Itu kalau mengambil foto, biasanya handphone langsung mati. Kalau tidak bisa bisa kembali ke diri sendiri, banyak yang kejadian. Dan kalau mau kesana harus ijin”

Setelah mendengar obrolan warga tersebut, perasaan kami malah tidak tenang. Terpikir dengan apa yang warga tadi bicarakan. Tapi semua kami kembalikan ke Yang Maha Esa, entah itu mitos atau fakta….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...